by Dr. Mutijah, M.Si.
Ketertarikan dalam anxiety atau kecemasan matematika diwali dengan observasi pada guru matematika pada awal 1950an. Pada tahun 1957, Dreger dan Aiken mengenalkan anxiety matematika sebagai istilah baru untuk menggambarkan sikap siswa yang kesulitan matematika. Mereka mendefiniskannya sebagai “the presence of a syndrome of emotional reactions to arithmetic and mathematics” (Baloglu & Zelhart, 2007). Anxiety matematika juga dapat digambarkan dan didefiniskan sebagai perasaan cemas ketika menemukan masalah matematika (David Sheffield & Thomas Hunt, 2006). Menurut Tobias (dalam Furner & DeHass, 2011) anxiety matematika merupakan perasaan tertekan dan cemas ketika berkaitan dengan manipulasi angka dan pemecahan masalah matematika dalam situasi kehidupan nyata dan akademik. Beberapa siswa cenderung lebih cemas pada proses tes dan seringkali ketakutan (kecemasan tes matematika), dan yang lain takut mengambil kelas matematika, hal ini dapat terjadi di sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah tinggi atau tingkat kampus (kecemasan pelajaran matematika). Tobias merasa bahwa anxiety dapat menyebabkan lupa dan hilangnya rasa percaya diri.
Kecemasan matematika cenderung terjadi pada sesorang dengan kemampuan matematika kurang. Artinya, individu dengan kecemasan matematika tinggi memiliki keterampilan atau latihan yang lebih sedikt dengan individu yang memiliki kecemasan matematika rendah. Individu dengan kecemasan matematika cenderung menjauhi kelas matematika dan belajar sedikit matematika dalam pelajaran yang mereka ambil. Pengaruh sosial dan kemampuan kognitif siswa cenderung menjadi sebab kecemasan matematika di sekolah. Pengaruh sosial siswa berasal dari guru yang cemas tentang kemampuan matematika dirinya sehingga memberi sikap negatif pada beberapa siswa mereka. Sedangkan pengaruh kemampuan kognitif disebabkan oleh keterampilan dasar yang lemah, misalnya lemah dalam menghitung atau memahami bangun ruang akan menyebabkan berkembangnya kecemasan matematika (Maloney & Beilock, 2012).
Ciri kecemasan matematika dalam diri seseorang sebagai berikut (Freedman, 2012):
- Adanya rasa takut terhadap matematika;
- Adanya anggapan bahwa matematika itu menyulitkan (selalu berprasangka negatif);
- Adanya rasa tegang saat belajar matematika;
- Adanya rasa takut tidak bisa mengerjakan soal matematika;
- Adanya rasa takut dan malu tidak bisa menjawab pertanyaan guru saat belajar matematika;
- Adanya rasa tidak percaya diri belajar matematika;
- Sering lupa terhadap konsep matematika.